MENTERI Dalam Negeri Malaysia, Dr. Ahmad Zahid Hamidi menjelaskan, bahwa pelarangan penyebaran ajaran Syiah di Malaysia dilakukan untuk menjaga keamanan negara. Kalau masalah kesesatan ajaran Syiah ditetapkan kedudukannya oleh Jakim (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) dan Jabatan-jabatan agama Negeri.
“Kita tidak ingin berlaku perpecahan antar masyarakat seperti yang terjadi di Bahrain, Irak, dan beberapa negara Muslim lainnya,” kata Zahid Hamidi di Bogor (5/11/2013) malam. Zahid Hamidi – yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan Malaysia – menyebutkan, bahwa pengikut Syiah di Malaysia saat ini ada sekitar 300.000 orang. Mereka terus dipantau dengan ketat dan dilarang jika menyebarkan ajaran-ajarannya secara terbuka. Jika perpecahan dan konflik terus terjadi seperti yang terjadi di berbagai negara, maka tentu saja, negara tersebut tidak akan sempat melaksanakan pembangunan.
Menteri Zahid Hamidi menyampaikan pandanganya tersebut saat menjawab pertanyaan peserta acara Pelatihan Kepemimpinan Muda Muslim Indonesia-Malaysia di Bogor, (6/11/2013). Acara pelatihan itu dilaksanakan atas kerjasama Sekretariat Transformasi Serantau (STS), Center for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization-Universiti Teknologi Malaysia (Casis-UTM), dan Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor. Pelatihan diikuti oleh sekitar 80 mahasiswa Indonesia dan Malaysia.
Selama ini, Malaysia dikenal sebagai negara yang cukup tegas dalam kebijakan terhadap aliran-aliran yang ditetapkan sebagai aliran sesat. Seperti pernah diberitakan berbagai media massa, belum lama ini, pada 13 Oktober 2013, Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) Malaysia menggerebek markas Syi‘ah di Taman Seri Gombak dan menyita banyak barang bukti yang terkait dengan ajaran-ajaran sesat tersebut.
Baca
artikel selengkapnya di KISAH KARBALA
tafhadol
Menurut Petugas Divisi Penegakan JAIS Mohd Sharom Mat Maarof, penggerebekan terhadap markas Syiah itu dilakukan berdasar pada pasal 12C Pidana Pelanggaran Syariah (Selangor) Pengesahan 1995 karena menentang fatwa mufti Selangor dan pasal 7 tentang larangan penyebaran ajaran sesat.
Kehadiran Mendagri Malaysia yang berayah-ibu dari Yogyakarta dan Ponorogo di Bogor malam itu adalah dalam rangka meluncurkan buku berjudul “Islamisasi Ilmu-ilmu Kontemporer dan Peran Universitas Islam dalam Konteks Dewesternisasi dan Dekolonisasi”, karya Direktur Casis-UTM Prof Dr Wan Mohd Nor Wan Daud, yang diterbitkan oleh UIKA Bogor dan Casis-UTM. Hadir juga, Rektor UIKA Dr. Ending Bahrudin dan Presiden STS Dato Syahlan Ismail.
Dalam dialog dengan peserta Pelatihan, Zahid menyampaikan harapan dan optimismenya, bahwa kebangkitan Islam akan muncul dari Indonesia dan Malaysia. Karena itulah penduduk di kedua wilayah ini harus bekerja keras meningkatkan kualitasnya dan jangan sampai mau dipecah belah dan diadu-domba. Dalam masalah paham keagamaan, ia berharap, paham keagamaan yang dikembangkan di wilayah Nusantara adalah paham Ahlu Sunnah wal-Jamaah.
Zahid Hamidi juga mengingatkan adanya berbagai pihak yang berupaya menghambat laju perkembangan kemajuan Malaysia dan Indonesia. Reformasi dan Transformasi negara, ujarnya, tidak perlu mengikuti begitu saja apa yang terjadi di Barat. Sebab, kondisinya berbeda-beda. Masing-masing negara dan wilayah punya kekhususan yang perlu dihormati. Sebagai contoh, sebagai umat Islam, diajarkan untuk mengutamakan tujuan kehidupan Akhirat tanpa melupakan kehidupan dunia. “Menurut saya, reformasi bukan liberalisasi,” ujar peraih gelar doktor dari Universiti Putra Malaysia (UPM) ini. [Pz/Islampos]
Post A Comment:
0 comments: